Hidup
normal seperti kebanyakan orang sangat aku dambakan. Tapi kini aku
hanya bisa terbaring lemah disebuah ruangan di rumah sakit. Pada awalnya
aku memang hidup normal. Tak pernah terduga sebelumnya bahwa akhirnya
hidup ku akan seperti ini. Menghadapi penyakit yang semakin hari semakin
menggerogoti tubuh ku. Entah sampai kapan aku akan bertahan menghadapi
penyakit ini.
Aku Shela seorang siswi kelas 3 SMA yang sedang beranjak
dewasa. Dahulu kehidupan ku berjalan normal seperti kebanyakan
anak-anak remaja yang lainnya. Tapi 6 bulan belakangan ini aku terpaksa
bolak-balik rumah sakit untuk mengobati penyakit ku ini. Kanker darah
stadium 3 ponis dokter kepada ku. Sungguh aku sangat terpukul dengan
kenyataan itu. Hidup ku kini tak akan lama lagi. Aku masih banyak
mempunyai mimpi yang ingin aku raih. Beruntung aku mempunyai keluarga
yang sangat perhatian sekali. Papa, mama, dan kakak ku selalu mendukung
ku. Mereka selalu ada untuk ku. Walaupun papa sibuk dengan pekerjaannya,
tapi papa selalu meluangkan waktu untuk berkumpul bersama keluarga.
Aku
bangga dan senang mempunyai keluarga yang hangat dan perhatian.
Meskipun kini aku menghadapi penyakit yang semakin hari semakin
menggerogoti tubuh ku tapi aku berusaha untuk tetap tegar dan kuat untuk
menghadapi semuanya demi keluarga ku. Kak Tian merupakan sosok kakak
yang sangat perhatian, dia selalu berusaha untuk membuat ku selalu
tersenyum.
“Shel,
kakak tahu sekarang kamu sedang bejuang untuk melawan penyakit kamu.
Kakak mohon sama kamu, kamu harus tetap kuat ya dek.”
“Shela akan berusaha untuk kuat melawan penyakit ini kak, kakak harus terus semangatin Shela ya.”
“Pasti dek, kakak akan selalu ada disini untuk kamu.”
“Makasih ya kak.”
Walaupun
kak Tian sibuk dengan kegiatan kuliahnya, hampir setiap hari kak Tian
menjenguk ku di rumah sakit. Entah apa jadinya jika kak Tian benar jadi
pergi ke Jepang untuk melanjutkan pendidikannya. Mungkin aku tak akan
bisa sekuat ini. Terkadang aku berpikir kenapa Tuhan memberikan cobaan
ini pada ku, tapi papa dan mama selalu mengingatkan ku bahwa Tuhan tak
mungkin memberikan cobaan diluar batas kemampuan para umat-Nya. Papa
selalu bilang bahwa aku pasti bisa melewati semua ini, tapi aku sendiri
tidak yakin akan bisa melewatinya.
Dukungan
dari sahabat-sahabat ku Ajeng dan Lintang tak pernah putus, meskipun
kini aku menjadi teman yang penyakitan tapi mereka tidak menjauhi ku.
Justru kini mereka semakin dekat dengan ku. Berjuang melawan penyakit
yang cukup parah membuat aku merasa lelah. Aku merasa cape dengan semua
ini.
Rasa
putus asa muncul dalam benak ku ingin rasa aku mengakhiri semua ini,
aku lelah sekali dengan penyakit ini. Terkadang aku merasa percuma juga
menjalani pengobatan karena penyakit ku ini ga akan sembuh. Tapi
keluarga ku tak pernah berhenti memberikan semangat pada ku. Mereka
berharap bahwa aku akan bisa sembuh kembali. Bukan mereka saja yang
berharap aku bisa sembuh kembali, tapi aku sendiri pun berharap Tuhan
akan memberikan keajaiban pada ku sehingga aku bisa sembuh seperti sedia
kala.
Papa
dan mama tak pernah berhenti untuk selalu memberikan semangat pada ku.
Papa dan mama tak pernah menduga bahwa anaknya akan menderita penyakit
yang parah. Mimisan, badan memar-memar, dan rasa mual-mual ternyata
semuanya gejala awal penyakit leukimia. Pada awalnya papa dan mama
mengira bahwa aku hanya sakit biasa, ternyata setelah aku sering
mengalami mimisan dan sering pingsan mama dan papa menyarankan aku untuk
pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan penyakit apa yang sebenarnya
menyerang tubuh ku. Setelah melewati serangkaian pemeriksaan ternyata
hasil medis menunjukan bahwa aku menderita penyakit Leukimia stadium 3.
Papa dan mama sempat tak percaya atas hasil pemeriksaan itu, tapi
kenyataannya aku memang benar-benar menderita penyakit Leukimia dan yang
membuat aku semakin terpukul adalah prediksi dokter yang menyatakan
bahwa umur ku tidak lama lagi.
Tuhan…
jika ini memang yang terbaik untuk ku, aku mohon jika telah tiba
saatnya nanti aku ingin orang-orang yang aku sayang tidak merasa sedih
dan kehilangan ketika aku tiada nanti. Aku ingin mereka tersenyum karena
aku telah memberikan hari-hari terakhir ku dengan indah bersama mereka.
Seperti
biasa hari ini aku harus menjalani kemoterapi untuk mencegah
perkembangan sel kanker yang akan semakin menjalar. Kemoterapi yang
sangat menyiksa bagi ku, tapi aku harus tetap menjalininya. Aku berharap
semoga dengan menjalani kemoterapi ini setidaknya bisa membuat aku
merasa baikan karena aku ingin mengikuti Ujian Nasional yang akan segera
diselenggarakan.
“Pa… Shela udah cape dengan menjalani kemo ini Shela berhenti aja di kemo pa.”
“Shela… kalau kamu tidak menjali kemo ini nanti kamu ga bisa ikut ujian dong, kamu yang sabar ya sayang.”
“Tapi pa… rasanya sakit pa.”
“Sabar ya… papa akan selalu menemani kamu disini.”
“Pa… Shela itu pengen banget ikut ujian pa, Shela ingin papa, mama, dan kak Tian bangga pada Shela.”
“Makanya kamu harus menjalani kemo ini supaya kamu bisa ikut ujian.”
Aku
harus menjalani kemiterapi ini, dan mudah-mudahan aku bisa mengikuti
ujian dan aku bisa lulus dengan hasil yang memuaskan. Walaupun
sebenarnya aku sudah tidak kuat menjali semua ini, aku tidak mau membuat
orang yang aku sayangi kecewa dan sedih. Papa, mama, kak Tian, dan
sahabat-sahabat ku tidak mau melihat aku sakit seperti ini.
Waktu
ujian telah tiba, 4 hari lamanya ujian itu diselenggrakan. Syukurlah
aku bisa melaksanakannya samapai hari terakhir. Setelah selesai
melaksanakan ujina hari terakhir, tubuh ku terasa sangat lelah dan
tiba-tiba aku jatuh pingsan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Semua orang panik melihat keadaan ku. Papa yang sedang kerja terpaksa
meninggalkan pekerjaannya dan langsung pergi ke rumah sakit.
“Shela kenapa Tian ?”
“Tadi setelah selesai ujian tiba-tiba Shela pingsan pa.”
“Sekarang gimana keadaannya ?”
“Tian belum tahu pa, sekarang Shela diruang iccu sedang ditangani oleh dokter, semoga Shela ga kenapa-kenapa.”
“Ya semoga saja.”
Semua
orang cemas menunggu hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ku saat
ini. Mama hanya bisa menangis saat melihat aku terbaring lemah di ruang
iccu. Harapan aku untuk bisa bertahan semakin kecil. Mungkin inilah
jalan terbaik untuk hidup ku. Apapun yang aku siap menerimanya.
“Keluarganya Shela…”
“Iya dok, bagaimana keadaan anak saya ?”
“Begini
pa, keadaan Shela sekarang kritis Shela membutuhkan donor sum-sum
tulang belakang yang cocok secepatnya, kalau tidak mungkin Shela tidak
bisa terselamatkan.”
“Saya mohon dok, tolong lakukan yang terbaik untuk anak saya, saya mohon.”
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan putri bapak.”
Kini untuk menyelamatkan hidup ku, aku membutuhkan donor sum-sum tulang belakang yang cocok dengan ku.
“Mama akan menjalani pemeriksaan itu pa, mudah-mudahan cocok.”
“Papa juga….”
“Tian juga pa…”
“Lintang juga om, akan menjalani pemeriksaan itu.”
“Ajeng juga, mudah-mudahan diantara kita ada yang cocok dan Shela bisa sembuh.”
Papa,
mama, kak Tian, Lintang, dan Ajeng mengikuti tes pemeriksaan itu.
Mereka berharap salah satu diantara mereka ada yang cocok. Hasil
pemeriksaan tersebut akhirnya keluar juga dan ternyata yang memiliki
kecocokan dengan ku adalah kak Tian. Merekapun sangat senang dan
berharap pencangkokan itu berhasil sehingga aku bisa sembuh kembali.
“Berdasarkan
hasil pemeriksaan ternyata yang cocok itu adalah Tian. Untuk
menyelamatkan pasien opersai pencangkokan itu akan dilaksanakan besok
pagi, bagaimana Tian apakah kamu siap ?”
“Saya siap dok, apapun akan saya lakukan untuk kesembuhan adik saya.”
“Kalau
begitu tolong kamu jaga kondisi kesehatan kamu, karena jika kondisi
kesehatan kamu tidak baik maka opersi pencangkokan itu tidak akan
berjalan.”
“Baik dok.”
Kini
aku terbaring lemah diruang iccu, rambut ku kini telah habis akibat
dari kemoterapi yang selama ini aku jalani. Sekarang nasib ku ditentkan
dimeja operasi ini. Aku sudah siap dengan hasil terburuk. Tim dokter
telah siap untuk melakukan operasi pencangkokan sum-sum tulang belakang.
“Sudah siap Tian ?”
“Sudah dok.”
“Ok kalau begitu 10 menit lagi operasi itu akan dilakukan.”
“Dok, sebelum operasi itu dilaksanakan boleh saya melihat Shela dulu.”
“Oh, silahkan bu.”
“Shela
ini mama nak, kamu harus kuat ya kamu harus bisa bertahan. Mama, papa,
Lintang, Ajeng ada disini untuk kamu. Kamu harus bisa bertahan ya. Mama
ingin lihat kamu seperti dulu lagi.”
“Maaf bu, operasi akan segera kami lakukan.”
“Tolong dok, lakukan yang terbaik untuk anak saya.”
“Kami akan berusaha bu, ibu dan semuanya juga bantu dengan do’a semoga operasinya berhasil.”
Setelah
menunggu selama 2 jam, operasi pencngkokan sum-sum tulang belakang
telah selesai dan operasi berhasil. Sangat melegakan untuk semuanya dan
keadaan kak Tian pun baik-baik saja. Setelah tersadar, semuanya menemui
ku. Mereka senang dan berharap aku bisa sembuh kembali. Tapi entah
mengapa aku merasa bahwa aku tidak akan bisa bertahan lama lagi.
“Papa senang sekarang kamu sudah sadar. Kamu harus banyak istirahat supaya kamu cepat sembuh dan bisa beraktivitas kembali.”
“Shela pengen pulang pa ma…”
“Iya sabar ya, kamu harus disini dulu untuk melihat perkembangan kesehatan kamu pasca pencangkokan itu.”
“Tapi ma, Shela bosen di rumah sakit terus Shela pengen di rumah saja.”
“Sabar ya…”
Disana juga ada Ajeng dan Lintang yang selalu ada menjaga ku di rumah sakit, mereka benar-benar sahabat yang paling baik.
“Shel,
kamu harus sabar ya mudah-mudahan kamu cepat sembuh dan nanti kita bisa
berkumpul lagi, 2 minggu lagi kan perpisahan sekolha jadi kamu cepat
sembuh ya.”
“Iya Jeng, mudah-mudahan aku masih bisa menghadiri acara perpisahan sekolah.”
“Ya pasti bisa dong Shel…”
“Belum tentu Lintang, siapa tahu umur ku tidak sampai.”
“Kamu itu ngomomg apa sih, kita yakin pasti kamu bisa sembuh.”
“Mudah-mudahan…”
Berada
di rumah sakit terus membuat ku bosan, aku ingin seperti teman-teman ku
yang lain bisa bermain, berkumpul sama teman-teman, mengikuti kegiatan
sekolah, sedangkan aku hidup ku hanya di habiskan disebuah ruangan di
rumah sakit. Sangat bosan, aku ingin menjali kehidupan ku dengan normal
walaupun keadaan ku tak seperti orang lain.
Setelah
2 minggu berada di rumah sakit akhirnya aku di perbolehkan pulang
karena kondisi kesehatan ku semakin membaik. Aku senang sekali, akhirnya
aku bisa juga menghadiri acara perpisahan sekolah. Aku ingin
berpenampilan lebih cantik di acara perpisahan sekolah nanti.
Mudah-mudahan kondisi ku kuat.
Acara
perpisahan sekolah yang sangat meriah, dan tak pernah aku sangka
ternyata aku adalah siswi yang mendapatkan nilai UN yang paling tinggi.
Sungguh kebahagian yang sangat luar biasa untuk ku. Akhirnya aku bisa
membuat papa dan mama bangga pada ku. Ditengah acara perpisahan sekolah
tiba-tiba aku pingsan lagi. Keadaan tubuh ku semakin menurun. Aku
langsung di bawa ke rumah sakit. Papa, mama, kak Tian, Ajeng, dan
Lintang tak menduga bahwa penyakit ku kambuh kembali.
“Lintang kenapa Shela bisa pingsan lagi ?”
“Lintang juga ga tahu tante, Lintang takut Shela kenapa-kenapa.”
“Kita berdo’a saja ya semoga Shela ga kenapa-kenapa.”
“Iya tante…”
Mereka semua cemas menunggu kabar dari dokter. Mereka juga terus berdo’a semoga aku baik-baik saja.
“Dok gimana keadaan anak saya ?”
“Shela
kritis bu, kami sudah melakukan segala cara untuk menolong Shela tapi
tubuh Shela sudah tidak menerima semua obat-obatnya. Kita hanya bisa
berharap keajaiban dari Tuhan.”
“Dok tolong…. berapapun akan saya bayar asal anak saya bisa sembuh.”
“Bukan
masalah bayarannya bu, kami sudah memberikan yang terbaik untuk Shela
ibu dan semuanya berdo’a saja semoga Tuhan memberikan keajaiban pada
Shela. Saya permisi dulu bu.”
Mama
terus menangis melihat kondisi ku saat ini. Sudah tidak ada harapan
lagi untuk aku bisa sembuh. Mungkin inilah saatnya aku untuk kembali
lagi Pada-Nya. Akhirnya aku tersadar, semuanya langsung menangis.
“Ma, Shela pengen pulang…”
“Kamu disini saja ya, mama, papa, kak Tian akan selalu menemani kamu disini.”
“Ga ma, Shela pengen pulang.”
“Dok gimana Shela minta pulang.”
“Sekarang
kita hanya bisa menuruti semua keinginannya, keadaan Shela semakin
melemah. Mungkin dengan berada di rumah Shela bisa merasa nyaman.”
“Iya sayang besok kita pulang ya.”
“Shela pengen sekarang ma.”
“Tapi Shel….”
“Ma Shela mohon, Shela pengen pulang.”
“Ya sudah sekarang kita pulang.”
“Makasih ma…”
Akhirnya
aku pulang, aku sangat kangen sekali dengan suasana rumah. Aku tahu
sekarang kondisi ku semakin melemah, tapi aku ingin membuat orang-orang
yang aku sayang bahagia. Aku ingin melihat mereka tersenyum tidak
seperti sekarang mereka selalu sedih.
“Tuhan…
aku mohon, jangan biarkan mereka terus bersedih. Aku mohon berikan aku
kesempatan untuk melihat mereka tersenyum kembali. Tuhan… bila saatnya
tiba, aku ingin papa, mama, dan kak Tian tidak merasa sedih dan bersalah
atas kepergian ku. Aku mohon jaga selalu mereka Tuhan. Tuhan…aku mohon
dengarlah pinta ku ini.”
Kondisi ku semakin menurun, aku sudah tidak kuat lagi dengan penyakit ini. Mungkin sampai disinilah aku bisa melihat dunia ini.
“Shela, kamu ga apa-apa kan ? kamu kuatkan ?”
“Shela
ga kuat ma. Mama Shela minta maaf ya, selama ini Shela hanya bisa
membuat mama susah, Shela ga bisa membuat mama bangga Shela tidak bisa
menjadi anak yang seperti mama inginkan.”
“Mama bangga sekali sama kamu Shel, kamu jangan bicara seperti itu.”
“Ma,
mama jangan nangis dong. Ma… kalau waktu Shela sudah tiba Shela mohon
mama jangan sedih ya. Shela sayang sekali sama mama, Shela ingin lihat
mama senyum. Jangan sedih lagi ya ma….”
“Iya sayang….”
“Pa…
Shela juga minta maaf sama papa Shela selalu bikin papa repot. Shela
bangga sama papa, papa itu selalu ada buat Shela. Shela sayang sekali
sama papa. Papa jangan sedih terus dong, Shela pengen liat papa senyum
Shela pengen melihat papa yang selalu tegar.”
“Papa kuat kok, kamu juga harus kuat ya nak…”
“Kak
Tian… makasih ya kak kakak sudah mendonorkan sum-sum tulang belakang
untuk Shela. Shela sayang sekali sama kak Tian. Kak Tian jangan sedih
terus, lucu ya Shela baru kali ini lihat kak Tian nangis masa jagoannya
Shela nangis. Senyum dong kak.”
“Iya dek…”
“Ajeng
makasih ya, kamu memang sahabat yang baik. Aku beruntung punya sahabat
seperti kamu. Kamu jangan sediha ya. Aku minta maaf aku selalu
merepotkan kamu.”
“Ga Shel, kamu sama sekali ga ngerepotin…”
“Lintang, jangan nangis dong, makasih ya kamu juga sahabat yang baik, aku juga minta maaf aku hanya bisa merepotkan kamu saja.”
“Aku juga minta maaf ya Shel…”
“Papa,
mama, kak Tian, Ajeng, Lintang makasih banyak kalian selalu ada buat
Shela. Shela minta maaf karena selama ini Shela hanya bisa merepotkan
kalian. Shela ga mau lihat kalian sedih. Untuk teakhir kalinya Shela
pengen lihat kalian tersenyum…..”
Tiba-tiba
aku merasa sesak nafas, dan pingsan. Papa langsung membawa ku ke rumah
sakit. Inilah saatnya aku harus meninggalkan dunia ini. Aku tidak mau
merepotkan mereka lagi, aku tidak mau melihat mereka sedih lagi.
Menunggu kabar dari dokter membuat mereka resah, mama dari tadi tidak
berhenti menangis.
“Maaf
pak… kami telah berusaha untuk menyelamatkan Shela tapi Tuhan
berkehendak lain. Mungkin ini jalan yang terbaik untuk Shela.”
“Apa dok ? ga mungkin anak saya tidak bisa diselamatkan.”
“Bapak,
ibu dan semuanya harus sabar, kami turut berduka. Shela anak yang kuat
pak, tapi Tuhan lebih sayang sama Shela, makanya Tuhan mengambil Shela.
Bapak dan ibu harus bangga mempunyai anak seperti Shela. Sekali lagi
kami turut berduka.”
Kisah dari : Ninawati Coke
Post a Comment